Pemuda dalam Pilkada, Kemana Arahnya?

- Redaksi

Senin, 4 November 2024 - 00:37 WIB

50141 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penulis: Alin Lizia Anggraeni,SE
(Muslimah Peduli Umat)

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Semakin dekat, Pilkada akan dilaksanakan serentak tanggal 27 November mendatang. Lembaga Penelitian Masyarakat Milenium (LPMM) dari hasil risetnya mengungkapkan bahwa ada Dua generasi kunci yang sangat dominan, yaitu Generasi Z dan Milenial akan menjadi faktor penentu dalam hasil pemungutan suara pada Pilkada 2024.

Untuk itu Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kalimantan Timur menggelar sosialisasi pendidikan politik kepada generasi muda di Balikpapan, Kamis (26/9/2024) di Jatra Hotel. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi pemilih muda, khususnya dari kalangan pelajar dan mahasiswa, dalam proses demokrasi yang melibatkan pemilihan Gubernur, Walikota, serta Bupati.

Kepala Bidang Politik Dalam Negeri Kesbangpol Kaltim, Fatimah Waty, berharap melalui kegiatan ini, para pelajar dan mahasiswa dapat lebih memahami pentingnya partisipasi dalam Pilkada. Fatimah menegaskan bahwa Kesbangpol Kaltim akan terus menggiatkan sosialisasi pendidikan politik agar Pilkada Serentak 2024 berjalan lancar dan sukses.

Pendidikan politik ini bertujuan bisa mengawal praktik demokrasi. Diharapakan pemuda berperan aktif dalam pilkada. Sebenarnya dengan adanya sosialisasi ini menunjukan bahwa pemuda tidak antusias terhadap politik. Pemuda saat ini banyak apolitis, hedonis, individualis dan galau. Tidak percaya dengan sistem demokrasi hingga enggan terlibat dalam pesta demokrasi. Tingkat apolitis generasi muda terbilang tinggi, akibat perubahan orientasi cara pandangan generasi muda. Hal-hal yang diminati anak muda hanya seputar gaya hidup, kemapanan, dan kebebasan, bukan politik.

Namun sebagian pemuda mulai menyadari bahwa politik yang dijalankan saat ini buruk, penerapan hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas, perubahan peraturan demi kepentingan seseorang, suap menyuap dalam pemilihan umum, politik uang hingga bagi-bagi kekuasaan dan jabatan. Semakin memilukan ketika setelah ajang pemilu, para elit partai yang tadinya bersebrangan saling berangkulan dan berjabat tangan, padahal masyarakat bawah pengusungnya masih berdarah-darah.

Ini adalah sebuah potret kehidupan yang saat ini kita berada di dalamnya, suka ataupun tidak. Sebuah system berpolitik yang bermuara pada asas kehidupan sekulerisme, asas yang memisahkan peran agama dari kehidupan. Asas yang dengannya kekuasaan dan kedaulatan ada di tangan rakyat. Inilah system demokrasi, system yang tujuannya adalah materi. System yang menjadikan penguasa sebagai alat bagi para kapitalis. Melibatkan pemuda dalam politik demokrasi, justru melanggengkan hegemoni oligarki -kapitalis.

Sesungguhnya kesadaran politik pemuda harus dibangun dengan landasan yang benar, karena Kiprah para pemuda, diharapkan bisa menjadi sebuah lokomotif perubahan. Untuk itu, kontribusi kaum muda yang potensial dibutuhkan oleh negeri ini. Para pemuda harus mulai bicara, menggaungkan kebenaran. Para pemuda harus menyadari bahwa biang kerok permasalahan di negeri ini adalah kapitalisme, yang akhirnya melahirkan oligarki dan dinasti politik.

Demokrasi tidak akan pernah memberi ruang untuk suatu perubahan. Generasi muda Islam perlu paham realitas dan mesti kritis. Agar hak politik milenial dan gen Z tidak terbuang sia-sia, apalagi menjadi sarana mengukuhkan oligarki. Pelibatan pemuda dalam proses politik demokrasi elektoral lebih tepat dibaca sebagai eksploitasi dan pembajakan potensi generasi oleh oligarki. Disebut eksploitasi karena demokrasi itu sistem yang mahal, maka belakangan parpol dan pasangan capres membutuhkan banyak oligarki untuk menopang.

Sangat disayangkan, alih-alih mendidik generasi muda untuk mengkritisi kebijakan politik rezim, parpol justru larut dalam kepentingan rezim, sibuk menentukan koalisi berhitung prosentase pembagian kue kekuasaan. Pada akhirnya, semua rakyat termasuk milenial dan gen Z gigit jari, hanya melihat dari kejauhan bagaimana kesejahteraan telah diwakili oleh wakil rakyat mereka.

Pemuda dalam Islam wajib beraktivitas politik. Mereka mengoreksi kebijakan penguasa yang tidak membela kepentingan umat, ataupun ketika penguasa lalai terhadap tugas utamanya mengurusi kepentingan umat. Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik jihad adalah perkataan yang benar kepada pemimpin yang zalim.” (HR Ahmad, Ibnu Majah, Abu Dawud, An-Nasa’i, Al-Hakim).

Para pemuda sudah sepantasnya melakukan sejumlah hal. Pertama, Memiliki keyakinan bahwa Islam adalah agama yang paripurna, mengatur urusan dunia dan akhirat, bukan sekadar spiritual.

Kedua, mengkaji Islam sebagai ideologi, bukan sekadar ilmu pengetahuan. Mereka terikat dengan syariat Islam hingga bisa menilai baik dan buruk berdasarkan ajaran Islam.

Ketiga, senantiasa memiliki sikap berpihak pada Islam, bukan netral, apalagi oportunis demi mencari keuntungan duniawi. Mereka pun memiliki visi politik yang islami, bukan mengambil nilai-nilai demokrasi.

Ingatlah sabda Nabi saw. wahai pemuda, “Janganlah kalian menjadi imma’ah (suka ikut-ikutan)! Kalian berkata, ‘Jika manusia berbuat baik, kami pun akan berbuat baik. Jika mereka berbuat zalim, kami juga akan berbuat zalim.’ Akan tetapi, kukuhkan diri kalian. Jika manusia berbuat baik, kalian juga berbuat baik. Jika mereka berbuat buruk, jangan kalian berlaku zalim.” (HR At-Tirmidzi)

Sebagai pemuda muslim, sudah sepantasnya memiliki idealisme tinggi. Nabi Muhammad saw, membina para pemuda sehingga memiliki keimanan kuat, ketaatan yang sempurna pada Allah Taala, serta kesadaran politik yang tinggi yang mendorong mereka beraktivitas politik untuk mengubah masyarakat jahiliah menjadi masyarakat Islam.

Demikianlah, dengan segala potensinya, para pemuda muslim seharusnya berusaha mewujudkan kesadaran politik pada diri mereka. Mereka juga harus berusaha mewujudkan kesadaran politik tersebut pada masyarakat umum sehingga mampu melakukan aktivitas perubahan yang nyata.

Islam memandang, penguasa (pemimpin) maupun rakyat biasa (yang dipimpin) memiliki kewajiban yang sama dalam memajukan Islam dan umatnya. Mereka sama-sama bertanggung jawab menyelesaikan problematik umat sesuai hukum dan aturan Allah, bukan aturan manusia. Tatkala keduanya menggunakan seluruh potensi untuk menyelesaikan urusan umat, pada saat itulah keduanya telah melakukan aktivitas politik (berpolitik).

Berpolitik adalah kewajiban yang datang dari Allah Taala dan Rasul-Nya. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang tidak memperhatikan kepentingan kaum muslim, ia bukanlah termasuk di antara mereka. Siapa saja yang bangun pada pagi hari tidak memperhatikan urusan kaum muslim, ia bukanlah golongan mereka.” (HR Ath-Thabari).

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Selasa, 20 Mei 2025 - 00:52 WIB

Rutan Medan Gelar Rapat Dinas, Evaluasi Kinerja Masing-Masing Seksi

Jumat, 16 Mei 2025 - 18:21 WIB

FGD terkait Transportasi Online, minta Stakeholder Perhatikan Nasib Driver Online

Kamis, 15 Mei 2025 - 19:43 WIB

Kolaborasi Dengan MUI Sumut Rutan I Medan Adakan Pelatihan Fardu Kifayah Bagi Warga Binaan

Selasa, 13 Mei 2025 - 21:27 WIB

38 Warga Binaan Rutan Kelas I Medan Dapat Remisi Khusus Waisak 2025

Selasa, 13 Mei 2025 - 02:35 WIB

Berita Hoaks Sebuah Media Online Coba Cemarkan Nama Baik Rutan Labuhan Deli

Senin, 12 Mei 2025 - 15:36 WIB

Peringati Waisak 2025, Lapas Perempuan Bandung Berikan Remisi Khusus kepada Warga Binaan

Minggu, 11 Mei 2025 - 21:15 WIB

Sebanyak 347 Warga Binaan Pemasyarakatan di Sumatera Utara Terima Remisi Khusus Waisak 2025

Minggu, 11 Mei 2025 - 12:27 WIB

Karutan Kelas I Medan Andi Surya Laksanakan Pengajian Jumat Bersama Petugas Muslim : Menyejukkan Hati, Memperkuat Iman

Berita Terbaru